https://putrautama.net.com

Dewan Pendekar Putra Betawi (1987)

OETAMA
Perawakannya kecil, tidak tampak kesan sebagai seorang “jagoan”. Inilah keuntungan Babe Oetama atau akrab dipanggil Be O’. Dengan mudah dia mengajarkan silat kepada anak-anak Betawi kala itu, pada saat Indonesia dalam cengkraman penjajah. Kalaupun “kepergok”, pihak penjajah cepat percaya dengan alas an yang diungkapkan oleh Be O’, yakni mengakjarkan seni tari. Pada kenyataannya memang demikian, aliran “Si Pecut” yang diajarkan Be O’ memang banyak unsure seninya. Sehingga setiap ada peragaan atau atraksi, grup Be O’ sering tampil sebagai penyumbang atraksi, member hiburan berupa seni silatnya.  Namun demikian dalam  jurus “Si Pecut” tentu banyak yang bersifat membahayakan musuh dan patut dihargai sebagai suatu aliran silat yang perlu diperhitungkan. Itulah sebabnya, pada saat Indonesia sudah merdeka, Be O’ mendirikan Kesatuan Pencak Gang Solitude (KPGS) yang menurunkan ilmu silat sekaligus seni silat kepada murid-muridnya. Kemudian KPGS berganti nama menjadi Perguruan Silat “Putra Utama” yang sudah banyak melahirkan pesilat-pesilat berprestasi, menunjang kredibiltas IPSI baik dalam percaturan daerah maupun nasional. Bahkan Mursin Utama dan Yus Papang Utama, putra Be O’ tercatat sebagai anggota wasit juri tingkat nasional.Sebagai salah seorang anggota Dewan Pendekar Putra Betawi, Be O’ mengharapkan agar PPS Putra Betawi bisa lestari dan dan mempertahankan identitas silat aliran Betawi, baik dalam jurus maupun system pertandinga.

MAHMUD MARZUKI (ABU)
SesepuhPutra Betawi  yang satu ini tidak dikenal sebagai pesilat dengan bentuknya yang kongkrit; sambut-pukul atau serang-elak. Akan tetapi ayah dari 17 orang anak ini, lebih dikenal sebagai ahli “silat lidah” dalam forum-forum organisasi persilatan, mewakili “PUTRA BETAWI”. Abu cukup berpengalaman sebagai duta untuk memperjuangkan wadah pesilat Betawi ini,  meski untuk kepentingan pribadinya Abu pernah belajar silat. Sejak usianya 15 tahun, kakek dari 40 orang cucu yang lahir 23 Oktober 1917 ini sudah “ngambil” maenpukulan “Si-Ikut” dari Muhammad Natsir atau yang sering disebut Pak Acing.
12 jurus “Papat Kelima Pancer”, jurus dasar silat Betawi pernah diselesaikannya, termasuk belajar Cimande dengan Pak Odas, Abu lakonin buat tukar pikiran mengenai silat. Cuma ketika dipertandingkan Abu sudah berusia lanjut, sehingga tidak bisa terjun langsung mengikuti praktek persilatan.
Dalam usianya yang sudah lanjut, Abu lebih mengutamakan kepentingan Akhirat, sambil memantau perkembangan Putra Betawi yang kini sudah dipegang generasi muda. Tentu saja dengan diiringi doa, semoga bisa ditampilkan system pertandingan  ala Putra Betawi.

SA’AMAN
Gagasan membentuk wadah untuk para pesilat Betawi, selain muncul setelah membaca berita mengenai silat akan dipertandingkan di PON VIII, juga muncul dari Sa’aman, kemudian didukung oleh para pendiri lainnya yang memang ahli dalam bidangnya.Sebagai pesilat, sejak berusia 10 tahun Sa’aman telah belajar pada kakak satu ibu lain bapak, Bang Tasim namanya. Oleh Bang Tasim, Sa’aman mempelajari juus “Belit Rotan”. Kemudian Sa’aman belajar padaBang Aseni, anak Makasar yang pada zaman Jepang senasib dengan Sa’aman lantaran di penjara. Seanjutnya Sa’aman berguru pada Abah Asbani dari Cimande. Sebagai anak Gang Solitude, tentunya Sa’aman tidak dapat melupakan Babe Oetama yang ketika itu sebagai guru besar aliran “Si Pecut”. Dari sanalah Sa’aman dikenal sebagai “murid yang jadi”, yang setelah itu mendirikan perguruan Silat “Rompes Si Pecut”.Dalam perkembangan selanjutnya, Sa’aman berperan sebagai orang yang banyak mendirikan perguruan silat dengan berbagai nama, seperti : PS GENTA, PS PUTRA JAKARTA, PS PUTRA CONDET, dan PS SUNDA KELAPA.
Ketika di tahun 70an ketua umum Ikatan Pencak Silat Seluruh Indonesia (IPSI) masih Tjokropranolo (mantan Gubernur DKI), dan ketua PENGDA masih H Eddy Djadjang Djajaatmadja (mantan Walikota Jakarta Pusat), Sa’aman terpilih sebagai wakil Indonesia untuk melatih silat di Belanda. Rupanya ketua Bond Silat Belanda merasa perlu memperkenalkan silat keluar Belanda. Maka terukirlah dalam pena sejarah, Sa’aman sebagai pelatih silat pertama di Eropa, Belanda, Belgia, dan Jerman Barat mewakili Indonesia atas nama IPSI dan PPS Putra Betawi.
Pada pergantian pimpinan PPS Putra Betawi kedua, Sa’aman berkesempatan menyerahkan golok sebagai symbol “Pendekar” kepada H. Daong Makmur Zulkarnaen. Sekaligus menyerahkan kepengurusan kepada generasi selanjutnya.

H. SANI
Pendekar yang satu ini termasuk pendekar yang banyak “berguru” dari berbagai aliran silat. Awalnya H. Sani belajar pada Bapak Sabeni Bopeng di zaman Belanda, kemudian belajar “Gerak Rasa” kepada Bang Pi’I di Petojo Dearen. Kemudian dilanjutkan dengan belajar silat yang sambil “besile” kepada Bapak Ismail, terakhir belajar “Bandrong Petojo” kepada Bapak Soleman. Aliran inlah yang kemudian diorganisir dengan baik menjadi “Perguruan Silat Kancing 7 Bintang 12”, bagian dari “Pusaka Bandrong”.

ZAKARIA
Orang-orang Betawi menyebutnya sebagai Pendekar Betawi yang potensial. Disamping sebagai pendukung utama berdirinya “Putra Betawi”, Zakaria juga terkenal sebagai pendekar silat aliran “Mustika Kwitang”, sebuah aliran silat yang langka ditemukan di tempat lain, karena merupakan perpaduan antara silat Betawi dan Kuntao milik Sinshe Kwee Tang Tiam.  Aliran ini diturunkan dari kakeknya Kong Zaelani.

MUHAMMAD SYAFI’I
Bang Pi’i dikenal sebagai pendekar “Menak” atau priyayi. Sebab menurut pendekar yang lahir di Jakarta 1930, maenan “Gerak” yang dimilikinya berasal dari keturunan Raden Abdullah, yang kemudian diturunkan kepada Neng Aom. Dari Neng Aom “Gerak” ini turun kepada Raden Jusuf, Raden Ahmad, Raden Soma, dan Raden Widarma. Dari Raden Widarma inilah Bang Pi’i belajar “Gerak”, yang kemudian diberi nama “Gerak Saka Pribumi” atau “Gerak Sakadaekna” yang artinya “semau gue”.

ENDANG MUHAMMAD SUMARNA
Kesetiaannya dalam dunia persilatan tidak diragukan lagi, lantaran pendekar yang satu ini senantiasa aktif mengikuti kejuaraan IPSI, baik tingkat wilayah maupun daerah. Bahkan jalan kakipun dilakoninya dari Lokasari (Princen Park) Jakarta Barat ke GOR Bulungan yang kemudian dilanjutkan ke kediamannya di Kebon Pala I Jakarta Timur.Banyak orang meragukannya sebagai anak Betawi, lantaran namanya berbau Sunda. Namun dia berani sumpah bahwa dirinya dilahirkan di Betawi tanggal 11 Januari 1938, putra bungsu dari 4 bersaudara keluarga M. Kasim seorang pesilat dari aliran “Sera Tembak”. Ayahandanyalah yang mendidiknya pertama kali aliran silat ini, yang kemudian dilanjutkan dengan mempelajari aliran Syahbandar yang mempunyai pecahan cukup banyak dan rumit; empat kurung, empat kelima pancer, gelombang 9 dan 12, serta berbagai pechana lainnya. Pada akhirnya diseragamkan menjadi tiap jurus mempunyai lima pecahan.

M. SAIDI bin ASIKIN
Lahir di Jakarta 6 Maret 1928, belajar silat kepada Bapak Sabuchi bin Samiun pada tahun 40an di Pacebokan (sekarang dikenal Jl. Kesederhanaan, Kel. Keagungan di bilangan Jakarta Kota).
Sejak tahun 1952 sudah mulai mengajar tetapi baru tahun 1970 atas prakarsa Bapak H. Sumarmin didirikan “Perguran Silat Macan Betawi”. Tentang aliran yang dianutnya ini secara terus terang tidak jelas apa namanya, sebab ketika hal itu ditanyakan pada gurunya hanya mengatakan, bahwa permainan silat ini “berat dan jelek”. Namun bisa dipastikan bahwa aliran dari silatnya adalah aliran silat Betawi.

M. NAWAWI
Lahir di Jakarta 15 Mei 1930, pertama belajar silat dari seorang Tionghoa bernama Koh Liong di Pasar  Baru. Pada sekita tahun19 45-1947 belajar silat dengan orang tua kandungnya Bapak H. Abdul Halim dengan permainan silat yang disebut “Jurus Gelibag/ Jurus Peratok”. Dilanjutkan berguru silat Beksi kepada Bapak H. Abdullah (1948-1950), Guru Tua Bapak H. Jalih (1950-1955), Guru Muhammad (1955-1960). Kemudian berangkat dari berguru ini M. Nawawi mendirikan perguruan silat yang dinamakan “Putra Beksi”, yang pada tahun 1972 dirubah namanya menjadi “Purbekala”. Dua taun kemudian nama Purbekala diganti menjadi “Purbakala” hingga sekarang.

Sumber PPS PUTRA BETAWI



No comments:

Post a Comment